![]() |
Agung Deha. |
Resensi oleh AGUNG DWI HARTANTO (Alumni Sejarah UN Jogjakarta)
Siapa bilang Kyai
hanya bisa mengajari mengaji? Kyai juga bisa mengajari bertani
sekaligus menjadi entrepreneur. Inilah pelajaran berharga yang bisa
diambil dari Kyai Fuad Affandi, pengasuh pondok pesantren Al-Ittifaq
di Ciburial, Alamendah, Rancabali, Bandung.
Kyai yang lebih suka dipanggil Mang Haji ini secara evolusioner (1980-an hingga kini) membangun basis ekonomi pertanian di pesantrennya. Dari situ perlahan-lahan namun pasti menyebar ke seluruh kampung hingga kampung Ciburial menjadi kampung agrobisinis.
Kyai yang lebih suka dipanggil Mang Haji ini secara evolusioner (1980-an hingga kini) membangun basis ekonomi pertanian di pesantrennya. Dari situ perlahan-lahan namun pasti menyebar ke seluruh kampung hingga kampung Ciburial menjadi kampung agrobisinis.
Oleh karena itu, Mang Haji begitu
percaya diri mengatakan tarekat yang diikutinya adalah “tarekat
sayuriah”.
Mang Haji memang telah membuktikan bahwa bertani pun bisa
mensejahterakan. Ia seperti sedang mematahkan teori involusi pertanian
seperti yang dibilang Clifford Gerzt. Gertz mengatakan, bahwa
pertanian di Jawa lambat laun memiskinkan penduduknya. Namun Mang Haji
bukan seorang teoritikus akademik macam Gertz , Mang Haji sendiri
menolak dikatakan sebagai intelektual. Ia menuturkan sendiri bahwa
dirinya adalah seorang kyai yang bertani, yang mengaji Al-Quran,
Hadists sekaligus belajar dari alam.
Salah satu yang paling mencengangkan adalah ketika ia menemukan pupuk
alami dari air liur! Bak Newton yang kejatuhan buah apel saat
menemukan teori gravitasi, demikian pula dengan Mang Haji ini. Ia
menemukan ide itu saat buang hajat. Ia lantas berpikir makanan yang ia
makan sehari sebelumnya begitu cepat membusuk di dalam perut.
Berarti, bakteri di dalam perut jauh lebih cepat membusukkan kotoran
ketimbang bakteri lain. Sebagaimana diketahui, bakteri tersebut keluar
mencari remah makanan di mulut di saat orang sedang tidur .
Pagi harinya, ia sediakan ember untuk dijadikan tempat air liur bagi
santri-santrinya. Dari air liur yang terkumpul itulah kemudian
dijadikan pembusuk pupuk kandang. Alhasil pupuk kandang yang biasa
membusuk kurang lebih sebulan, dengan pembusuk air liur tersebut
membusuk dalam tempo 3 hari. Pupuk kandang yang telah membusuk ini
kemudian digunakan untuk memupuk sayuran.
Tekat Mang Haji untuk bertani organik terbukti membuahkan hasil.
Pertanian jenis ini terbukti memangkas ongkos produksi, terutama pada
pupuk. Keuntungan lain, petani bisa memproduksi sendiri pupuk mereka
tanpa tergantung dari pabrik atau subsidi pemerintah. Imbas keuntungan
dari pupuk organik yang ini adalah pada hasil produksi yang lebih
berkualitas, tidak cepat busuk, dan hasilnya lebih banyak. Dengan
demikian keuntungan finansial bisa lebih berlipat jika pun rugi
tanggungan kerugian tidak sebesar jika menggunakan pupuk pabrikan.
Sebagaimana dikatakan Mang Haji dalam buku yang ditulis Faiz Manshur
ini permasalahan yang dihadapi petani adalah ketidaktahuan mereka
tentang mekanisme pasar, pengemasan produk, hingga pemasaran. Umumnya
petani di sekitar pesantrennya (dan mungkin hamper semua petani di
Indonesia) buta pada mekanisme pasar. Oleh karena itulah Mang Haji
memberikan jawaban terhadap masalah ini.
Semua hasil pertanian baik itu sayuran maupun buah-buahan dipilah
berdasar kualitas, A, B, dan C. Kualitas A dijual ke supermarket dan
dikemas dengan modern, kualitas B dijual ke pasar tradisional, sedangkan
kualitas C dikonsumsi sendiri. Dengan pemilahan kualitas produk ini,
produk pertanian pun memiliki nilai lebih yang meningkatkan nilai
jual. Ujung-ujungnya nyatanya keuntungan dapat diraih.
Lantas bagaimana dengan masalah modal finansial yang biasanya
menjadi kendala petani? Mang Haji menjawab persoalan tersebut dengan
mendirikan koperasi. Koperasi ini, menurutnya, menjadi salah satu
jawaban bagi masalah pasar dan penggalangan kekuatan ekonomi kecil.
Meskipun pada mula ketika koperasi itu didirikan banyak tetangganya
yang pesimis terhadap ide tersebut. Mang Haji sadar bahwa pesimisme
para tetangganya itu beralasan, koperasi sekarang hanya menguntungkan
para pengurus dan tidak bagi anggota. Tapi ia tetap bertekat bahwa
koperasi harus berdiri, yang salah bukan koperasi dan sistemnya
melainkan orang yang menjalakannya. Secara evolusioner ide itu
diterima dan para tetangga merasakan keuntungan menjadi anggota
koperasi.
Dengan segenap karya hidup Mang Haji ini maka tak bisa diragukan
lagi jika ia mendapatkan sederet penghargaan bergengsi, mulai darri
Satya Lencana Wirakarya dari Presiden BJ Habibie (1988), Kalpataru
dari pemerintahan Megawati Soekarno Puti (2003) hingga Good
Agricultural Pratices dari Menteri Pertanian Anton Apriantono (2006).
Sekali lagi, inilah potret kyai yang tak hanya mengajari kitab kuning,
kyai yang menggerakkan umatnay untuk lepas dari kemiskinan, sekaligus
mendidik akhlak. Sebuah perpaduan keilmuan lengkap yang dapat
dipelajari oleh siapapun tanpa memandang ras atau agama.
Akhirul kalam, sudahkah Anda membaca buku ini? Jika Anda puas dengan
timbangan buku ini, Anda termasuk golongan yang merugi sebab masih
banyak pelajaran berharga dari Mang Haji yang disajikan buku ini.
Judul Buku: Entrepreneur Organik
(Rahasia Sukses K.H Fuad Affandi bersama Pesantren dan Tarekat
Sayuriahnya). Penulis: Faiz Manshur. Penerbit: Nuansa Cendekia (Anggota
IKAPI) Bandung Sept 2009. Tebal: 392 Halaman (dengan 32 warna bagian
dalam. Harga: Rp 88.000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar