"....Di daerah saya pertanian adalah basis kehidupan rakyat, maka bukan tarekat eskapis atau gerakan radikal politik yang tepat, melainkan gerakan budidaya sayur mayur, alias tarekat sayuriah..."-(KH.Fuad Affandi)
KH Fuad Affandi dan Ponpes Agribisnisnya/ Tabloid Agrina: 26 May 2010
Dari
pondok pesantren yang berjuang untuk memenuhi kebutuhannya menjadi
penggerak agribisnis sayuran dengan omzet ratusan juta rupiah per bulan.
Nama KH Fuad Affandi dengan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Ittifaq kini
memang sangat populer sebagai penggerak agribisnis sayuran dataran
tinggi. Bersama lima gabungan kelompok tani (gapoktan)
Jadwal Pengiriman Bantuan dari Pesantren Al-Ittifaq untuk
korban bencana Merapi ke Posko Radio Fast FM Tegalrejo Magelang.
1. Sabtu, 13 November 2010. Satu Truk
sembako. Kebanyakan sayuran, beberapa karung beras dan 5 ekor domba untuk
Korban.
2. Senin, 15 November 2010. Satu truk
sembako. Sebagian sayuran, beras, minyak goreng, bumbu dapur dan lain
sebagainya.
3. Sabtu, 20 November. Satu truk
sembako, berupa sayuran, beras, minyak goreng, bumbu dapur dll.
4). Selasa, 24November. Satu truk
sembako, sayuran, beras, minyak goreng, bumbu dapur dll.
Pengasuh Pesantren Agribisnis Ciburial, Kabupaten Bandung)
“Walau sudah setua ini,
saya masih ikut apel ucapara bendera. Kenapa? Biar mereka semangat.Cucu-cucu
sering tanya, hai Abah sudah pakai sepatu. Tanpa disuruh mereka ikut semua
pakai sepatu, seragam pagi-pagi. Saya antar ke sekolah bareng-bareng sampai
akhir upacara. Pokoknya kita ini mengajari dengan laku. Sebab sekalipun kita
ini orang hebat tapi kalau mulut dan tindakan berbeda enggak mujarab,”
jelasnya. Dengan cara itu Fuad tidak hanya mendidik disiplin, melainkan juga
menanamkan kesadaran nasionalisme.***
Selain pentingnya
penyerapan tradisi, Fuad melihat kebutuhan sikap nasionalisme sebagai salahsatu
pilar kehidupan bersama di Indonesia. Baginya, untuk menghindari egoisme
ideologi, masyarakat butuh nasionalisme. Dengan sikap nasionalisme, perbedaan
tajam tidak akan menjadi bentrokan.
"Penari yang baik
adalah mereka yang bisa mengikuti irama gendang. Orang yang paling banyak
bentrokan adalah orang yang melawan arus, "ujarnya. Fuad meyakini bahwa
tidak setiap pengetahuan atau ideologi bisa diterapkan di suatu masyarakat
tertentu. Ilmu yang diajarkan dan cocok di Asia,
belum tentu pas di Afrika. Semua ajaran
menurut Fuad harus didudukkan sebagai ihtilafi
umati rahmatun, perbedaan pendapat umatku (kata nabi) adalah rahmat. Hal
ini menandakan bahwa ilmu Allah itu luas, melaut dan manusia hanya memiliki
sedikit. Karena itulah manusia harus melihat keragaman tersebut sebagai sesuatu
yang sunnatullah.
“Itulah kenapa saya
menamai al-Ittifaq, paradigma
kerjasama dalam setiap hal, termasuk dalam ilmu pengetahuan dan ideologi. Kita
serap setiap ajaran keagamaan tetapi sekaligus harus kreatif menerapkan. Yang
cocok kita pakai, yang tidak jangan ragu meninggalkan," jelasnya. Bagi
Fuad, dengan nasionalisme itu integrasi antara satu ideologi dengan ideologi
lain bisa didamaikan. Dengan pancasila sebagai pilar dasar negara itulah semua
jalur ideologi terjembatani.
(Kutipan dari buku Entrepreneur Organik:
Faiz Manshur: Penerbit Nuansa Cendekia Bandung)
Berhubung banyak pertanyaan melalui Facebook dan Email. Berikut ini kami sampaikan beberapa hal berkaitan informasi yang perlu Anda ketahui.
Bagaimana caranya belajar Agribisnis di Pesantren Al-Ittifaq?
bagi yang ingin magang Pesantren Al-Ittifaq memberikan kebebasan waktu dan kemampuan para peserta individu. Jika ingin magang beberapa hari saja juga bisa. Untuk tempat tinggal disediakan di sekitar pesantren.
Untuk instansi biasanya terdapat pilihan paket magang. Ada yang 2 hari, 3 hari, ada pula yang memilih selama 7 hari. Mengenai biaya Pesantren Al-Ittifaq sangat fleksibel. Dihitung jumlah peserta, lama waktu.
Bagaimana kalau mengirim santri ke Al-Ittifaq?
Caranya mudah. Tinggal dikirim. Bertemu dengan pengurus. Kalau sekedar untuk nyantri (mengaji di pesantren Salafiah) dibebaskan biaya selama mau bekerja di ladang bersama santri lain sesuai aturan kehidupan pesantren Al-Ittifaq. Bebas biaya makan harian dan santri bisa mencari bekal sendiri dengan banyak hal di lingkungan pesantren Al-Ittifaq. Sedangkan untuk siswa sekolah di Madrasah memang ada biaya formal. Di pesantren Al-Ittifaq ini terdapat dua sistem pengajaran secara umum, yakni murni nyantri, belajar mengaji dan belajar beragribisnis serta sekolah umum di madrasah Al-Alif.
Demikian informasi umumnya. Untuk lebih jelas bisa langsung datang ke Pesantren Al-Ittifaq di Dusun Ciburial, Alamendah, Rancabali, Kabupaten Bandung. Hubungi Zaenal Arifin (Fifin: 081220061504)
Resensi oleh AGUNG DWI HARTANTO (Alumni Sejarah UN Jogjakarta)
Siapa bilang Kyai
hanya bisa mengajari mengaji? Kyai juga bisa mengajari bertani
sekaligus menjadi entrepreneur. Inilah pelajaran berharga yang bisa
diambil dari Kyai Fuad Affandi, pengasuh pondok pesantren Al-Ittifaq
di Ciburial, Alamendah, Rancabali, Bandung. Kyai yang lebih suka
dipanggil Mang Haji ini secara evolusioner (1980-an hingga kini)
membangun basis ekonomi pertanian di pesantrennya. Dari situ
perlahan-lahan namun pasti menyebar ke seluruh kampung hingga kampung
Ciburial menjadi kampung agrobisinis.
Senin (25 Januari 2010) lalu saya
mendapatkan sebuah pesona di kotaBandung, tepatnya di
Kantor Redaksi Harian Pikiran-Rakyat. Tentu bukan pesona taman wisata atau
sejuknya kotaBandung yang memang tidak seasri dulu.
Acara
seminar bedah buku Pesantren, Ekonomi-Agribisnis dan Entrepreneurship buat saya
tergolong spesial. Hal ini karena sangat jarang sebuah pembicaraan menyangkut
pesantren dan
Buku semacam ini
mengisi banyak sekali kekosongan pengetahuan kita mengenai agama dalam praksis
kehidupan sosial-ekonomi akar rumput. Selama ini agama di kalangan itu hanya
difungsikan sebagai jalan ekstase untuk mengelabui keputus-asaan. Tapi buku ini
memberi gambaran lain, sangat lain. K.H Fuad Affandi bisa menjadi contoh kiai organik
dan 'Islam organik' yang selama ini tertimbun oleh jenis-jenis selera keagamaan
yang artifisial, penuh gincu ritualisme dan status-quois.-
(AE PRIYONO,
Peneliti Reform Institute, Jakarta).
Entrepreneur Organik
Penulis:
Faiz Manshur
Penerbit:
Nuansa Cendekia (Anggota IKAPI) Bandung Sept 2009. Tebal:
392 Halaman (dengan 32 warna bagian dalam. Harga: Rp 88.000. Dapatkan
buku ini di toko-toko buku terdekat
di seluruh Indonesia, seperti Gramedia, Togamas, Gunung Agung, Mitra Aksara (surabaya), Shopphing (yogya), walisongo Jakarta, BBC, Palasari, Rumah Buku (Bandung), Toko Buku AA (bogor, sukabumi, sumedang). Untuk Luar Jawa tersedia di Gramedia. Dapatkan diskon di beberapa toko buku, seperti Togamas (15%), palasari dll hingga 25% (Rp 66.000). Layanan pembelian langsung bisa dilakukan melalui
distributor Nuansa Cendekia Sdr Hasyim (0818638038) 022-76883000. Email:
nuansa.market@gmail.com. Komp. Sukup Baru 23. Ujungberung
Bandung- 40619. Rekening BCA Ujung Berung 2833001833. A/n Taufan Hidayat.
Jalan makmur ala kiai
Resensi (Bisnis Indonesia)
Jalan makmur ala kiai
Judul : Entrepreneur Organik Rahasia Sukses K.H. Fuad Affandi bersama Pesantren dan Tarekat "Sayuriah"-nya
Penulis : Faiz Manshur
Penerbit : Nuansa Cendekia, September 2009.
Tebal : 392 Halaman Apa yang kita saksikan terhadap fenomena petani Indonesia? Walaupun
tidak bisa secara umum kita simpulkan, tidak terlalu salah kiranya jika
pikiran kita menganggap kaum tani identik dengan ketidakpastian
penghasilan, terbelakang dalam hal pendidikan, secara sosial kurang
modern dan miskin. Bahkan seorang teman mengatakan, bahwa di Indonesia
ini sangat sulit petani untuk sekadar hidup
ENTREPRENEUR ORGANIK
Penulis: Faiz Manshur
Penerbit Nuansa Cendekia, Bandung 2009. 392 hlm.
REHAL (Majalah Gatra Hlm 59/16 Desember 2009)
Inilah sebuah cerita sukses seorang-dari banyak- kiai membangun
pesantren, bisnis, sekaligus mengubah wajah masyarakat pedesaan di
sekitarnya. Kiai bernama Fuad Affandi ini amat dikenal sebagai pemimpin
Pesantren Al-Ittifaq. Dia sekaligus menjadi tokoh penting di balik
kemajuan bidang agrobisnis di Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali,
Bandung.
Bukan apa-apa. Dengan kegiatannya yang tidak semata mengajar ngaji,
Kiai Fuad berhasil mendidik warganya untuk mandiri. ia berjuang melawan
kemiskinan yang merundung masyarakat pedesaan sekitar pesantren dengan
semangat kewirausahaan yang dimilikinya. Dia boleh dibilang sosok kiai
yang benar-benar "membumi".
Ia berhasil mengubah ratusan hektare lahan tidur menjadi lahan
produktif yang menyejahterakan ribuan keluarga petani di
sekitarnya.Bukan itu saja. Lewat agrobisnis puluhan jenis sayuran yang
dikembangkannya sejak 1970-an, ia membuktikan betapa koperasi menjadi
penyangga utama kesejahteraan kaum tani. ia malah melahirkan
wirausahawan-wirausahawan muda lewat pola kerja sama yang setara dan
adil. Seperti disinggung Sri-Edi Swasono, Kiai Fuad adalah seorang
local genius yang mampu menerobos pakem-pakem usang seorang kiai. Di
tangannya, pesantren jadi tempat pendidikan sekaligus pusat perubahan
masyarakat. Dia seorang kiai tradisional yang berpikir kritis dan
memiliki cara pandang kreatif. Lebih dari itu, sikapnya yang moderat
pun sangat membantu cita-cita meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Untuk memasarkan produk-produk pertanian dari desanya, sang kiai
berhasil mengandeng jaringan swalayan ternama: Hero Supermarket.
Buku ini boleh dibilang merupakan satu dari sekian banyak bukti bahwa
pembangunan suatu peradaban bisa dilakukan dengan paradigma amal saleh.
Banyak pelajaran bisa dipetik, diteladani, dan dikembangkan dari
berbagai kiprah sang kiai yang tertuang dalam buku ini. (Erwin Y.
Salim).
Ia mengajak para santri dan masyarakat sekitar bercocok tanam.
Subuh di Ciburial. Ratusan santri tampak khusyuk shalat berjamaah. Usai
shalat mereka mengaji. Tak seorang santri pun boleh meninggalkan
masjid. Satu jam berlalu, para santri keluar masjid dan bergegas masuk
kamar untuk berganti pakaian. Sesaat kemudian, para santri itu sudah
menghambur ke luar pondokan.
Di mata saya, Kyai Fuad adalah seorang local genius, yang tahu tugas hidupnya sebagai Khalifatullah,-pengemban amanat Tuhan. Kyai genius ini bukan saja seorang entrepreneur yang “diturunkan dari langit”, yang mampu menerobos pakem-pakem usang, tetapi ia lebih dari itu mampu membentukkan terwujudnya masyarakat petani sebagai entrepreneurial society.Entrepreneurial spirit Kyai Fuad tidak saja perlu ditularkan, disosialisasikan (sebagai pendidikan formal), tetapi bahkan harus bisa masuk mengisi silabus pendidikan formal di sekolah-sekolah dan di kampus-kampus kita – biar menara gading bisa pula menjadi menara air yang bermanfaat secara sosial.Buku Entrepreneur Organik yang menggambarkan entrepreneurial spirit Kyai Fuad sebagai Khalifatullah ini pada intinya melawan salahsatu musuh Islam, yakni kemiskinan. Islam khususnya dan agama-agama besar umumnya mendakwahkan tentang kemiskinan sebagai musuh kemanusiaan. -Prof Dr Sri-Edi Swasono. Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (Dalam Kata Pengantar Buku Entrepreneur Organik.Faiz Manshur 2009)
Sikap toleran, moderat, dan penuh semangat menggelorakan kerja keras dan belajar adalah sebuah pesona indah, seindah mutiara Djambek yang telah memberikan kontribusi perubahan di Tanah Minang. Islam adalah agama amal, Kyai Fuad telah banyak mengamalkan nilai Islam tersebut. Itulah amal saleh yang sejati, yang meliputi semua perbuatan yang dicintai Allah, fisikal maupun spiritual, material, dan immaterial. Islam yang diamalkan Kyai Fuad adalah Islam yang lurus karena menyandarkan paradigma kerja keras untuk meraih hasil. Ia menolak tangannya berada di bawah karena kemuliaan manusia saat tangannya berada di atas dengan cara menyantuni mereka kaum mustad’afin. Etos kerja masyarakat kita yang kurang giat diubah menjadi tradisi kerja keras. Keberaniannya mengkritik kemalasan orang-orang sekitarnya dengan menyebut Kabayan mungkin saja menyinggung sebagian kalangan di masyarakat Pasundan. Tetapi karena kepercayaan masyarakat terhadapnya teramat besar, kritik-kritik yang tajam tidak menjadikan masyarakat kecewa. Mereka sadar apa yang dikatakannya sebuah kebenaran sekalipun pahit adanya. Kritik pahit itu menjadi obat mujarab untuk mengusir penyakit malas yang menimpa masyarakat ini. Sekalipun pola pikir Kyai Fuad jauh dari teori-teori akademis, justru di situlah letak nilai lebihnya. Ia seorang kyai tradisional yang berpikir kritis, anti literalisme dan anti formalisme. Cara pandang kreatif ini mengantarkan kepribadian Kyai Fuad sebagai seorang alim moderat; luas bergaul dengan warga non-Muslim, dan lebih menarik dari itu ialah bahwa dirinya tidak alergi terhadap arus pemikiran dari mana pun, termasuk minat mengkaji sumber agama dan ajaran ideologi di luar Islam.
-Prof Dr Ahmad Syafii Maarif, MA. Mantan Ketua Umum PP Muhamadiyah, Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Yogyakarta, Pendiri Maarif Institute, Jakarta. (Dalam Kata Pengantar Buku Entrepreneur Organik. Faiz Manshur 2009)
Hal yang istimewa darinya ialah kemampuannya memadukan antara teori dan praktik. Sangat aplikatif dan setiap ilmu muaranya diarahkan ke praktik, kepada amal, sejalan dengan misi Al-Quran. Saudara Fuad mewarisi tradisi guru saya, Mohamad Natshir yang punya prinsip, “tak boleh ada tanah yang tidak menghasilkan.” Setiap jengkal tanah di mata Saudara Fuad dimanfaatkan sebagai penghasil rejeki kehidupan. Sektor pertanian yang diambil sebagai basis kegiatan sangat bagus karena dengan begitu Saudara Fuad berhasil mengombinasikan antara penghasilan yang bagus (penuh barokah) dari pertanian serta tradisi dagang yang bisa memperkuat penghasilan ekonomi. Dan ini berhasil dibuktikan!
Sebagai sahabat saya memahami proses gerakan Saudara Fuad sejalan dengan prinsip kami dalam membangun kegiatan di Pesantren Babussalam sini. Kami sering bersilaturrahmi, bukan hanya dalam persaudaraan tetapi juga tukar menukar ilmu-pengetahuan. Kalau Al-Ittifaq butuh pengetahuan dari kami, para santrinya dikirim ke sini. Begitu juga sebaliknya. Sisi kesamaan lain adalah kami sama-sama memulai usaha dari nol, diproses sungguh-sungguh, istiqomah, penuh kejujuran dan menjaga amanah.
KH Drs Muchtar Adam. -Pengasuh Pondok-Pesantren Babussalam, Dago-Pakar Bandung. Sahabat KH Fuad Affandi.(Dalam Komentar Buku Entrepreneur Organik. Faiz Manshur 2009)
Apa yang dilakukan KH Fuad Affandi patut diteladani dan dicontoh oleh pesantren yang terletak di daerah yang memungkinkan untuk kegiatan agribisnis. Semoga lebih banyak lagi pusat pendidikan bernuansa agama yang melakukan kegiatan sejenis. Namun saya berpendapat bahwa berdasarkan catatan historis-komparatif dengan beberapa negara lain, kemajuan pembangunan pertanian (termasuk agribisnis) hanya akan maju dan berkesinambungan bila diawali atau disertai dengan landreform. Tanpa landre
form yang diuntungkan hanya elit desa atau elit kota. Gerakan KH Fuad Affandi kiranya merupakan tahap awal perbaikan kehidupan ekonomi masyarakat berbasis agribisnis. Tahap berikut, seyogianya dilakukan pembagian tanah bagi santri-petani agar mereka dapat mengolah tanah sendiri. Maka pelaksanaan landreform oleh pemerintah merupakan keniscayaan.
-Dr Asvi Warman Adam,- Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta (Dalam Komentar Buku Entrepreneur Organik. Faiz Manshur 2009)
Komunitas Ciburial memang tidak persis sama dengan komunitas Tebuireng tempo dulu, Sumenep Barat, Probolinggo timur, dan Sengkang masa lalu, tetapi kiprah kiai Fuad Affandi tidaklah berbeda dari apa yang diniati dan digulati oleh kiai Hasyim Asy’ari, kiai Basith, kiai Wahid, dan kiai As’ad: melapas belenggu (ketertindasan) struktural dan kultural santri dan masyarakat sekitar di bidang ekonomi dan politik, termasuk ketergantungan (dependensi) pada kaum kapital. Dengan begitu, maka apa yang dikerjakan oleh kiai Fuad adalah reaktualisasi atau penegasan kembali khittah pesantren di tengah-tengah kehidupan yang makin tidak ramah pada kaum lapis bawah, sebuah kehidupan yang ditandai oleh siapa yang kuat dalam arti ekonomi. Pada sisi yang lain, kiprah yang diperlihatkan oleh kiai Fuad itu sekaligus menegaskan bahwa pesantren tidaklah tertarik pada puritanisasi ajaran, masa lalu yang nun jauh di lingkungan ekologis yang berbeda (Arab), apalagi radikalisasi gerakan yang tidak sedikitpun menimbang kemanusiaan dan maslahat al-ammah. Oleh karena itu, terlepas dari pilihan perspektif, metode, dan teknik yang selalu terbuka diperdebatkan, dokumentasi dan publikasi tentang pergulatan kiai dan pesantren dalam persoalan-persoalan riil kaum lapis bawah seperti yang dikerjakan Faiz Manshur ini menjadi penting, paling tidak dari dua sudut.Pertama, ditengah semakin meluasnya orientasi dan keterhanyutan pesantren pada pragmatisme, modernitas, dan rayuan global yang semua itu mengantarkan pesantren menjadi dependen, tidak berkarakter. Kedua, ditengah permainan politik citra tentang pesantren yang semakin tersudut pada “kubang” radikalisme dan terorisme. Oleh sebab itu, apresiasi pesantren terhadap soal-soal kemanusiaan seperti yang ditunjukkan kiai Fuad dalam buku ini menjadi lukisan tanding yang diharapkan dapat menegaskan citra yang lain, citra yang sesungguhnya.
-Bisri Effendy, peneliti kebudayaan (LIPI) tinggal di Jakarta.
Membangun dan
mobilisasi inisiatif dan partisipasi masyarakat secara aktif adalah kata kunci
dalam keberlanjutan gerakan kekuatan lokal.
Pemimpin yang kharismatik seperti KH Fuad Affandi di Bandung atau Muhammad
Yunus di Bangladesh memang dibutuhkan dalam tahap awal gerakan tersebut, namun
gerakan dapat dipertahankan dan dikembangkan dalam waktu yang cukup panjang
jika memang kesadaran itu tumbuh dari bawah, dari dalam diri mereka
sendiri. Apabila semua kondisi ini
tercipta, tidak terlalu berlebihan kalau kita menjadi makin yakin bahwa another world is still possible di
tengah dominasi dan kekuatan globalisasi. -Poppy Ismalina. Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM
Pada bagian Antara Jawa dan Sunda terdapat interview menarik pada buku ini . Sebenarnya isu
"Jawaisme" jauh lebih kompleks dari paparan KH Fuad Afandi. Di luar Pulau
Jawa, sentimen anti-Jawa jauh lebih besar daripada yang saya ketahui
(dulu). Dalam Deklarasi Bangsa Acheh, mereka resmi menyebut "bangsa
Indonesia" adalah nama samaran "bangsa Jawa" dan mereka inilah yang
menggantikan Belanda sebagai penguasa Hindia Belanda. Saya kebetulan
lagi riset di Papua. Sentimen terhadap Jawa juga besar sekali.
Kedatangan transmigran Jawa dianggap sebagai pembentukan koloni-koloni
Jawa di seluruh Papua, terutama daerah perbatasan Papua-PNG. Pandangan
Fuad Afandi tersebut mengingatkan kepada Kartosoewirjo, seorang Jawa
yang memimpin Darul Islam dari Tanah Sunda, juga menarik untuk masuk
dalam analisis hubungan Jawa-Sunda. Kartosoewirjo bisa bahasa Sunda
halus. Di daerah Garut, dimana dia membangun basis perlawanan
bersenjata, hingga kini orang Jawa ini sangat dikagumi. Mungkin dia tak
kalah populer dari tokoh Soekarno, orang Jawa lainnya, yang pernah
tinggal di Bandung, serta bisa bahasa Sunda. Menariknya, mereka berdua
pernah sama-sama kost di Soerabaja, menjadi murid HOS Tjokroaminoto.
Kartosoewirjo, saya kira, tokoh yang populer di kalangan orang Sunda
--namun bukan di kalangan menak. Sebaliknya, Soekarno lebih populer di
kalangan menak. (Tetapi PNI sendiri )tak pernah menang telak di Tanah
Sunda. Saya kira faktor Islam ikut mengatasi perbedaan etnik ini. Menarik
membaca Pandangan Fuad Afandi ini. Saya bisa melihat bagaimana
seorang ulama Sunda memandang Jawa, Islam dan Indonesia. Ia bisa
dipandang sebagai hubungan dua etnik terbesar di Indonesia.
-Andreas Harsono, Wartawan, tinggal di Jakarta.
Keberhasilan KH Fuad Affandi dalam mengelola
agribisnis pesantren menurut hemat saya karena empat prinsip, yakni “ikhlas, jujur, serius dan fokus!” Dari
sosok dan tutur-kata KH Fuad, saya melihat keikhlasan dalam mengelola
pesantrennya, sedangkan dalam bisnisnya beliau sangat menjaga kejujuran. Semuanya
dikelola secara serius. KH Fuad tidak segan-segan bertanya dan selalu berusaha
memusatkan perhatian pada masalah yang menjadi tanggungjawabnya. Oleh karena
itu tepat kiranya kalau buku ini disebut "entrepreneur organic", seorang wirausahawan yang gigih
memperjuangkan kesejahteraan secara bersama.
Buku Entrepreneur Organik adalah sebuah kisah nyata perjalanan hidup seorang Ulama dari kaki Gunung Patuha dalam memperjuangkan kesejahteraan kaum tani meraih melalui agribisnis. Ia seorang entrepreneur, tetapi bukan entrepreneur murni yang mengejar kekayaan pribadi, juga bukan seorang entrepreneur sosial yang semata mendermakan sebagian kekayaannya untuk orang lain. Ia adalah Entrepreneur Organik; seorang pelaku usaha yang mampu memimpin rakyat melalui perjuangan bersama dalam tiga hal sekaligus, yakni pemberdayaan, pendidikan dan ekonomi. Lebih 30 tahun berjuang, kini Fuad menjadi salahsatu manusia unik di Indonesia. Siapapun patut belajar darinya.